Rabu, 26 Oktober 2011

KONJUNGTIVITIS


SKD : 4

Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bakteri adalah radang konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri. Mudah menular.
Etiologi
Stafilokok, Streptokok, Corynebacterium diphtheriae, Pseudomonas aeruginosa, Neis seria gonorrhoea, dan Haemophilas influenzae.
Manifestasi Klinis
Konjungtiva bulbi hiperemis, lakrimasi, eksudat dengan sekret mukopurulen terutama di pagi hari, pseudoptosis akibat pembengkakan kelopak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran, pseudomembran, granulasi, flikten, mata terasa seperti ada benda asing, dan limfadenopati preaurikular. Kadang disertai keratitis dan blefaritis. Biasanya dari satu mata menjalar ke mata yang lain dan dapat menjadi kronik.





Pada konjungtivitis gonore, terjadi sekret yang purulen padat dengan masa inkubasi 12 jam-5 hari, disertai perdarahan subkonjungtiva dan kemosis. Terdapat tiga bentuk, oftalmia neonatorum (bayi berusia 1-3 hari), konjungtivitis gonore infantum (lebih dari 10 hari), dan konjungtivitis gonore adultorum. Pada orang dewasa terdapat kelopak mata bengkak sukar dibuka dan konjungtiva yang kaku disertai sakit pada perabaan; pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior; konjungtiva bulbi merah, kemosis, dan menebal; gambaran hipertrofi papilar besar; juga tanda-tanda infeksi umum. Biasanya berawal dari satu mata kemudian menjalar ke mata sebelahnya. Tidak jarang ditemukan pembesaran dan rasa nyeri kelenjar preaurikular. Sekret semula serosa kemudian menjadi kuning kental, tapi dibandingkan pada bayi maka pada dewasa sekret tidak kental sekali.
Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan pemeriksaan sediaan langsung dengan pewarnaan Gram atau Giemsa untuk mengetahui kuman penyebab dan uji sensitivitas.
Untuk diagnosis pasti konjungtivitis gonore dilakukan pemeriksaan sekret dengan pewarnaan Metilen Biru yang akan menunjukkan Diplokok di dalam sel leukosit. Dengan pewarnaan Gram terlihat Diplokok Gram negatif intra dan ekstraseluler. Pemeriksaan sensitivitas dilakukan pada agar darah dan coklat.
Komplikasi
Stafilokok dapat menyebabkan blefarokonjungtivitis, Gonokok menyebabkan perforasi kornea dan endoftalmitis, dan Meningokok dapat menyebabkan septikemia atau meningi tis.
Penatalaksanaan
Sebelum terdapat hasil pemeriksaan mikrobiologi, dapat diberikan antibiotik tunggal, seperti gentamisin, kloramfenikol, polimiksin, dan sebagainya, selama 3-5 hari. Kemudian bila tidak memberikan hasil, dihentikan dan menunggu hasil pemeriksaan.
Bila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, diberikan tetes mata antibiotik spektrum luas tiap jam disertai salep mata untuk tidur atau salep mata 4-5 kali sehari. Untuk konjungtivitis gonore, pasien dirawat serta diberi penisilin salep dan suntikan.
Untuk bayi dosisnya 50.000 unit/kg BB selama 7 hari. Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air rebus bersih atau garam fisiologis setiap 15 menit dan diberi salep penisilin. Dapat diberikan penisilin tetes mata dalam bentuk larutan penisilin G 10.000- 20.000 unit/ml setiap menit selama 30 menit, dilanjutkan setiap 5 menit selama 30 menit berikut, kemudian diberikan setiap 1 jam selama 3 hari. Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok. Terapi dihentikan setelah pemeriksaan mikroskopik menunjukkan hasil negatif selama 3 hari berturut-turut.
Prognosis
Konjungtivitis bakteri yang disebabkan oleh mikroorganisme tertentu, seperti Haemophilus Influenzae, adalah penyakit swasirna. Bila tidak diobati akan sembuh sendiri dalam waktu 2 rninggu. Dengan pengobatan biasanya akan sembuh dalam 1-3 hari.
Pencegahan
Untuk mencegah oftalmia neonatorum dapat dilakukan pembersihan mata bayi dengan larutan borisi dan diberikan salep kloramfenikol.




Konjungtivitis Viral
Konjungtivitis viral adalah radang konjungtiva yang disebabkan virus.
Etiologi
Biasanya disebabkan Adenovirus, Herpes simpleks, Herpes zoster, Klamidia, New castle, Pikoma, Enterovirus, dan sebagainya.
Manifestasi Klinis
Terdapat sedikit kotoran pada mata, lakrimasi, sedikit gatal, injeksi, nodul preaurikular bisa nyeri atau tidak, serta kadang disertai sakit tenggorok dan demam. Yang disebabkan Aden ovirus biasanya berjalan akut, terutama mengenai anak-anak dan disebarkan melalui drop let atau kolam renang.
Konjungtivitis herpes simpleks sering terjadi pada anak kecil, memberikan gejala injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, dan fotofobia ringan. Terjadi pada infeksi primer herpes simpleks atau episode rekuren herpes okuler.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan sitologi ditemukan sel raksasa dengan pewarnaan Giemsa, kultur vi rus, dan sel inklusi intranuklear.
Komplikasi
Keratitis, Virus herpetik dapat menyebabkan parut pada kelopak; neuralgia; katarak; glaukoma; kelumpuhan saraf III, IV, VI; atrofi sarafoptik; dan kebutaan.
Penatalaksanaan
Pengobatan umumnya hanya bersifat simtomatik dan antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Dalam dua minggu akan sembuh dengan sendirinya. Hindari pemakaian steroid topikal kecuali bila radang sangat hebat dan kemungkinan infeksi virus Herpes simpleks telah dieliminasi.
Konjungtivitis viral akut biasanya disebabkan Adenovirus dan dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya bersifat suportif, berupa kompres, astringen, dan lubrikasi. Pada kasus yang berat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder serta steroid topikal.
Konjungtivitis herpetik diobati dengan obat antivirus, asiklovir 400 mg/hari selama 5 hari. Steroid tetes deksametason 0,1 % diberikan bila terdapat episkleritis, skleritis, dan iritis, tetapi steroid berbahaya karena dapat mengakibatkan penyebaran sistemik. Dapat diberikan analgesik untuk menghilangkan rasa sakit. Pada permukaan dapat diberikan salep tetrasiklin. Jika terjadi ulkus kornea perlu dilakukan debridemen dengan cara mengoles salep pada ulkus dengan swab kapas kering, tetesi obat antivirus, dan ditutup selama 24 jam.





Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi adalah radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi.
Etiologi
Reaksi hipersensitivitas tipe cepat atau lambat, atau reaksi antibodi humoral terhadap alergen. Pada keadaan yang berat mempakan bagian dari sindrom Steven Johnson, suatu penyakit eritema multiforme berat akibat reaksi alergi pada orang dengan predisposisi alergi obat -obatan. Pada pemakaian mata palsu atau lensa kontak juga dapat terjadi reaksi alergi.
Manifestasi Klinis
Mata merah, sakit, bengkak, panas, berair, gatal, dan silau. Sering berulang dan menahun, bersamaan dengan rinitis alergi. Biasanya terdapat riwayat atopi sendiri atau dalam keluarga. Pada pemeriksaan ditemukan injeksi ringan pada konjungtiva palpebra dan bulbi serta papil besar pada konjungtiva tarsal yang dapat menimbulkan komplikasi pada konjungtiva. Pada keadaan akut dapat terjadi kemosis berat.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan sekret ditemukan sel-sel eosinofil. Pada pemeriksaan darah ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar serum IgE.
Biasanya penyakit akan sembuh sendiri. Pengobatan ditujukan untuk menghindarkan penyebab dan menghilangkan gejala. Terapi yang dapat diberikan misalnya vasokonstriktor lokal pada keadaan akut (epinefrin 1:1.000), astringen, steroid topikal dosis rendah dan kompres dingin untuk menghilangkan edemanya. Untuk pencegahan diberikan natrium kromoglikat 2% topikal 4 kali sehari untuk mencegah degranulasi sel mast. Pada kasus yang berat dapat diberikan antihistamin dan steroid sistemik. Penggunaan steroid berkepanjangan harus dihindari karena bisa terjadi infeksi virus, katarak, hingga ulkus kornea oportunistik. Antihistamin sistemik hanya sedikit bermanfaat.
Pada sindrom Steven Johnson, pengobatan bersifat simtomatik dengan pengobatan umum. Pada mata dilakukan pembersihan sekret, midriatik, steroid topikal, dan pencegahan simblefaron.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar