Rabu, 26 Oktober 2011

PTERYGIUM

SKD : 3A


Definisi
Pterygium merupakan pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Menurut Hamurwono pterygium merupakan Konjungtiva bulbi patologik yang menunjukkan penebalan berupa lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh menjalar ke kornea dengan puncak segitiga di kornea. Pterygium berasal dari bahasa yunani, yaitu pteron yang artinya “wing” atau sayap. Insidens pterygium di Indonesia yang terletak digaris ekuator, yaitu 13,1%. Diduga bahwa paparan ultraviolet merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pterygium.

Faktor Resiko

1. Usia
Prevalensi pterygium meningkat dengan pertambahan usia banyak ditemui pada usia dewasa tetapi dapat juga ditemui pada usia anak-anak. Pterygium terbanyak pada usia dekade dua dan tiga. Di RSUD AA tahun 2003-2005 didapatkan usia terbanyak 31 – 40 tahun yaitu 27,20%.
2. Pekerjaan
Pertumbuhan pterygium berhubungan dengan paparan yang sering dengan sinar UV.
3. Tempat tinggal
Gambaran yang paling mencolok dari pterygium adalah distribusi geografisnya. Distribusi ini meliputi seluruh dunia tapi banyak survei yang dilakukan setengah abad terakhir menunjukkan bahwa negara di khatulistiwa memiliki angka kejadian pterygium yang lebih tinggi. Survei lain juga menyatakan orang yang menghabiskan 5 tahun pertama kehidupannya pada garis lintang kurang dari 300 memiliki risiko penderita pterygium 36 kali lebih besar dibandingkan daerah yang lebih selatan.
4. Jenis kelamin
Tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan perempuan.
5. Herediter
Pterygium diperengaruhi faktor herediter yang diturunkan secara autosomal dominan.
6. Infeksi
Human Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor penyebab pterygium .
7. Faktor risiko lainnya
Kelembaban yang rendah dan mikrotrauma karena partikel-partikel tertentu seperti asap rokok , pasir merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pterygium

Patofisiologi
Belum diketahui dengan pasti. Terdapat beberapa teori tentang patogenesis pterygium yang
berkembang sekarang teori degenerasi, inflamasi, neoplasma, tropik ataupun teori yang
menghubungkan dengan sinar UV 7

Klasifikasi
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia derajat pertumbuhan pterygium
dibagi menjadi :

1 Derajat I : hanya terbatas pada limbus
2 Derajat II : Sudah melewati limbus tetapi tidak melebihi dari 2 mm melewati kornea
3 Derajat III : jika telah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggir pupil mata dalam keadaan cahaya (pupil dalam keadaan normal sekitar 3-4 mm)
4 Derajat IV : Jika pertumbuhan pterygium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.

Gejala klinik
Pterygium umumnya asimptomatis atau akan memberikan keluhan berupa mata sering berair dan tampak merah dan mungkin menimbulkan astigmatisma yang memberikan keluhan gangguan penglihatan. Pada kasus berat dapat menimbulkan diplopia. , Biasanya penderita mengelukan adanya sesuatu yang tumbuh di kornea dan khawatir akan adanya keganasan atau
alasan kosmetik, Keluhan subjektif dapat berupa rasa panas, gatal, ada yang mengganjal.




Diagnosis Banding
Diagnosis banding berupa pseudopterygium , pannus dan kista dermoid

Penatalaksanaan
Prinsip penanganan pterygium dibagi 2, yaitu cukup dengan pemberian obat-obatan jika pterygium masih derajat 1 dan 2, sedangkan tindakan bedah dilakukan pada pterygium yang melebihi derajat 2. Tindakan bedah juga dipertimbangkan pada pterygium derajat 1 atau 2 yang telah mengalami gangguan penglihatan.





Pengobatan tidak diperlukan karena bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila pterygium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan. Lindungi mata yang terkena pterygium dari sinar matahri, debu dan udara kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang beri air mata buatan bila perlu dapat diberikan steroid . Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokonstriktor maka perlu control dalam 2 minggu dan bila telah terdapat perbaikan pengobatan dihentikan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar